Sabtu, 06 Agustus 2011

Bukan Karena Apa dan Tidak untuk Menjadi Apa


Aku ingin bercoret-coret saja malam ini. Jangan kamu protes, ya.

Kamu datang lagi dua hari yang lalu. Lewat sebuah pesan di facebook, kamu mengatakan ingin ngobrol denganku. Baik, tentu, lewat alat ketik ajaib itu: handphone.

Kamu mengawali dengan sebuah kata yang menurutku sangat polos. Tapi aku juga tak bisa menyebutkan itu kata, sebab, terlalu panjang. Juga aku tak bisa menamainya kalimat, karena, tidak ada spasinya. Baiklah, aku anggap saja itu sapaan. Sapaan terhangat sekaligus terlugu. Cukup dua jenis huruf saja.

“Kkaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa,” aneh memang. Aku pun tertawa sendiri.

Kamu memang pintar memikat perasaanku. Dari dulu. Berulang kali kamu membuat aku marah, sebal, jengkel, tapi kamu selalu bisa mengembalikan semuanya di tempat semula. Seolah tak terjadi apa-apa. Seolah kita bertemu lagi tanpa kesalahan apa-apa. Aku pun menyetujui perjanjian tanpa tansaksi itu. Ah, bodoh barangkali aku.

“Bagaimana kabarmu?” tanyaku.
“Baik,” katamu. Sudah kutebak.

Perbincangan pun mengalir tanpa sesuatu yang istimewa. Tapi sangat menyenangkan, aku bahkan nyaris seperti seorang dewasa yang mengayomi anak kecil. Padahal tidak. Aku belum juga dewasa, apalagi dengan emosiku yang masih sangat labil. Pikirku, mungkin hanya awalnya saja. Tapi tidak. Hari berikutnya pun aku masih dapat menyembunyikan kekanak-kanakanku.

“Aku sering mengimpikanmu dalam tidur. Maka aku ingin menghubungimu. Sekadar menghubungi,” katamu.

Aku menanggapi SMSmu dengan nada pesimis. Aku tahu, aku sedang memantik api di kayu basah. Aku sedang mengincar burung liar tanpa sangkar. Aku siap kamu menghilang karena memang itu sudah dilakukan kamu berulang kali. Dan aku pun tetap pesimis. Aku ingin lari, lalu mengutuki dirimu dengan sejuta maki.

“Selamat tidur,” kataku dan katamu.

Aku belum tidur, memikirkan. Mengeja pengalaman. Menimang-nimang. Mengukur, mengingat.

Sebuah kesimpulan berhasil kutarik. Aku mengasihimu dengan keihklasan.

Bayanganku beberapa bulan lalu yang tengah duduk dalam cemas memikirkanmu muncul. Lalu adegan adegan datang menimpali. Perasaan demi perasaan terkumpul lagi. Juga beberapa percakapan kita di bulan-bulan yang lalu.

Muncul tulisanmu dalam facebook. Mengeluh. Mengaduh. Berontak. Menangis. Ya, itu kamu berapa bulan yang lalu.

Aku menjawabi pertanyaanku sendiri tentang kamu waktu itu. Kureka-reka sendiri dalam otak. Kubangun sendiri dari tubuh yang tak dekat dengan tubuhmu. Karena pacarkah? Karena sekolahkah? Karena apa?

Tergambar aku sedang menyatakan pesan padamu. Pesan yang gamang dan gelisah. Akhirnya ingatan itu utuh terbangun, tanpa cacat, tanpa kurang. “ Kenapa kamu begitu sedih?” tanyaku waktu itu.

Tak perlu aku ceritakan ulang perihal kabarmu yang memilukan itu.

Malam ini segalanya luruh. Aku tergeragap. Mungkin itulah yang membuatku mengasihimu bukan karena apa-apa dan tidak untuk sebagai apa-apa. Terimakasih, telah membikin aku bahagia malam ini sebagai manusia tanpa apa-apa dan tidak untuk menjadi apa-apa.

Lalu coretan ini? Ah, ini hanya catatan kecil untuk mengarsip pengalaman kita. :)

0 komentar:

Posting Komentar