Sabtu, 31 Juli 2010

"BEKASI RAYA"Denny Bratha Affandi

MENYUSURI BEKASI RAYA jejak reportase,, adalah buku pertama Denny Bratha Affandi. Buku yang penuh dengan nilai-nilai sejarah yang sangat tinggi khususnya untuk Bekasi baik kota maupun kabupaten. Latar belakang menulis buku ini adalah karena kecintaannya penulis pada Bekasi. Buku ini terbagi atas lima bagian yang menguraikan sisi budaya,sejarah, pendidikan, lingkungan, serta fenomena kota yang bila kita telisik lebih dalam kita akan mudah memicingkan mata seraya berpikir. Nyata ataukah tak nyata? memang sesuatu yang sulit untuk kita telaah. Namun itulah beragam fenomena kota Metropolitan yang sengaja Bratha tuangkan dalam lembar-lembar karyanya. Jawabnya adalah nyata. Karena buku ini telah cukup mewakili itu.


Bentangan sejarah serta goresan budaya Bekasi sangat digambarkan dalam buku ini, banyak hal yang kita lupa bahkan sengaja kita tinggalkan hal-hal yang sifatnya dengan kedaerahan. Misalkan saja pada seni budaya daerah kita,,banyak sekali yang kita tinggalkan. Mungkinkah kesenian daerah telah tergilas arus Modernisasi kota ini? kota Metropolitan dengan segala kekiniannya?

Sangat jelas nampaknya pemerintah tidak serta merta memasyarakatkan kesenian daerah yang memang harus dikembalikan kepada masyarakat. Dalam hal ini tak ada yang namanya BEKAS KESENIAN,!! kesenian adalah hal yang mutlak bagi suatu Masyarakat. Jika kita telah melupakan Seni Budaya, maka secara tidak langsung kita juga melupakan Sejarah sendiri. Dan apa jadinya jika masyrakat tak memahami Sejarah? maka kegelapan dan ketidaktahuanlah yang kita dapati tentang apa yang kita tempati.


Memang dalam buku ini kita jarang sekali menemukan hal yang bersifat Ilmiah atau hal yang memiliki kelengkapan data, Penulispun sedari awal sudah menyadari akan hal itu. Buku ini sifatnya hanya mengingatkan,bahwa di Bekasi masih banyak hal-hal yang menarik yang jika kita kelola pastilah akan menuai manfaat lebih dalam.

Buku ini hanyalah serpihan-serpihan koran yang diterbitkan satu minggu sekali di Pikiran Rakyat. Tapi penyajian buku dengan cara seperti ini; banyaknya judul yang isinya tak terlalu panjang , saya rasa Penulis telah berhasil. Tak bisa kita pungkiri jaman sekarang jarang sekali ada orang yang betah membaca(non fiksi) terlalu panjang, kebanyakan dari mereka memilih bacaan-bacaan yang ringan. Buku ini ringan untuk dibaca,namun terdapat makna yang sangat mendalam.


Membaca buku ini,sepertinya kita akan mendapankan sentilan-sentilan kecil. Secara tidak sadar kita akan malu terhadap kealpaan kita tentang apa yang terjadi di masyarakat sendiri. Khususnya untuk Pemerintah(buku tersebar di instansi2 pemerintah), ini menjadi sebuah kritik yang cukup menyentak untuk para pejabat pemerintahan. Dengan munculnya buku ini,saya kira kita sebagai masyarakat Bekasi musti berbenah diri. Apalagi bila kita tahu Penulis buku ini bukanlah Penduduk asli Bekasi.


Saya gambarkan saja sebagian buku ini, tentang pendidikan. Di Bekasi ada beberapa Sekolah Dasar yang didirikan oleh orang-orang yang peduli dengan Masyarakat. Sekolah yang banyak diikuti oleh para Pemulung dan Anak-anak jalanan.

Awalnya sekolah ini masihlah kecil,tapi berkat para Relawan-relawan yang telaten, maka sekarang sekolah ini banyak memiliki Siswa. Sekolah ini lebih menekankan pada moral,mengingat anak-anak jalanan jarang mendapat perhatian banyak tentang tata krama. Namun sayang,sekolah ini tak bisa mengeluarkan Ijazah karena dianggap belum memiliki standar pendidikan.


Seharusnya pemerintah sadar,bahwa masih banyak anak-anak yang memiliki semangat belajar tinggi. Walau harus berbagi waktu dengan bekerja, Mereka ini sangat antusias untuk mengikuti sekolah. Sekolah yang termarjinalkan, tak seperti anak sekolah yang berpakaian seragam serta bersepatu. Jangan sampai Mereka ini takut untuk bermimpi,

Mereka adalah Anak Bangsa yang seharusnya terbangsakan oleh negara. Mereka inilah Aset bangsa yang sangat berharga. Negara kita telah MERDEKA 60tahunan yang lalu, namun nampaknya negara kita belumlah bisa untuk mengisi Kemerdekaan itu. PENDIDIKAN KITA BELUMLAH MERDEKA!!! Pendidikan kita masih sama seperti sebelum Merdeka, Yang Bangsawan/ bermaterilah yang bisa merasakan indahnya ilmu pengetahuan.


Buku ini bagai cermin Bangsa ini, Saya rasa Penulis cukup sedih untuk menuliskan dan mendalami hal ini. Semoga melalui buku ini kita akan lebih bisa membuka mata dan hati kita untuk melihat dan merasakan apa yang sebenarnya terjadi di sekitar kita. Isilah kemerdekaan Indonesia,

Bukankah itu yang menjadi tujuan bersama? Tentunya untuk Tuan-Tuan Elit Politik kita akan bisa lebih peka terhadap problema sekitar kita. karena itulah yang menjadi tanggung jawabnya. Mengkritik dengan Karya,itulah simpulan saya terhadap penulis serta buku ini. SELAMAT BERCERMIN!!!!!!!!
[..]

Kamis, 29 Juli 2010

Soe Hok Gie, Sekali Lagi..


Jika malam telah larut, di kamar itu selalu terdengar suara mesin ketik. Sebuah kamar sederhana, penerangannya buruk akibat voltase yang turun naik, nyamuk berlalu lalang mendengung. Di situlah Soe Hok Gie menulis. Apa saja. Dari mulai keluh kesah, puisi, atau artikel.

Rumah itu terletak di Jakarta, tepatnya di kawasan Kebon Jeruk IX. Sejajar jalan Hayam Wuruk. Rumah itu dihuni tujuh orang, Soe Lie Pit alias Salam Sutrawan, dan isrtinya Nio Hoei An atau Maria Sugiri. Mereka mempunyai tiga orang putri dan dua orang putra; Dien, Mona dan Jeanne, serta Arif Budiman dan Soe Hoek Gie.

Soe mengenyam pendidikan dasarnya di Sin Hwa Scool, sekolah Cina berbahasa Inggris. Namun akhirnya pindah ke SR/SD yang berlokasi di Gang Komandan, kini terletak di belakang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Setelah lulus, Soe melanjutkan ke SMP Strada, sekolah katolik yang dikelola Ordo Jeseuit.

Di sekolah itu kepekaan Soe pada dunia luar mulai menajam. Siswa sekolah datang dari berbagai golongan, sehingga ia bisa mengenal mereka dengan berbagai latar belakang. Kegelisahannya tentang sosial terpelihara sampai ia sekolah di SMA kasinus, sekolah Katolik. Semua itu tergambar jelas dalam catatan hariannya. Ia mengisahkan pertemuannya dengan seorang lelaki, bukan pengemis, namun mengais kulit mangga untuk dimakan. Ia cegah orang itu, ia berikan beberapa uang kepadanya.


Sejak kejadian itu nampaknya Soe mulai gusar pada pemerintah,ketika itu Soekarno masih menjabat sebagai presiden. Kesenjangan sosial memang tengah berkecamuk antara pejabat dengan rakyatnya. Perekonomian Indonesia kala itu tergoncang, rakyat terus menjerit. Namun elite politik justru berlainan.

Sikap kritis Soe juga tercermin dalam catatan hariannya, ia sempat beradu mulut dengan gurunya hanya karena nilai ulangannya rendah, padahal ia yakin nilainya tidak seburuk itu. Hal itu dilakukannya semata-mata karena ia ingin kebenaran ditegakkan.Sedang bakat menulisnya, diturunkan dari ayahnya, wartawan harian Tionghoa ” Sunday Courrier”.

Pemuda keturunan Cina, kelahiran Jakarta 17 desember 1942 ini, sangat suka pelajaran sejarah. Hingga pada tahun 1961 ia melanjutkan kuliah di jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dulu di Rawamangun. Hari-harinya dihabiskan di FS-UI. Soe mempunyai kegemaran naik gunung, dia tergabung dalam Mapala-UI. Soe sama seperti mahasisiwa umumnya, dia berpenampilan sederhana. Dijuluki temannya” Si Cina Kecil”.

Ia seorang aktivis, ia ikut andil ketika Orla tumbang. Satu hal yang mengagumkan dari Soe, ia memiliki kesadaran sebagai kaum intelektual di negaranya. Ia harus bisa mengawasi pemerintah termasuk membela rakyat yang waktu itu terlunta-lunta akibat politik Mercusuar. Soekarno menginginkan Indonesia melakukan perubahan,tapi di sisi lain rakyat menderita. Kemiskinan merajalela, sedang PKI semakin besar.

Soe sadar, masyarakat tertindas akan melakukan perlawanan, dan bila rakyat sudah turun, ditakutkan akan terjadi benturan hebat. Di situlah mahasiswa harus mengambil peranan sebagai pembela rakyat. Mahasisiwa harus tetap menjaga independensinya, artinya mahasisiwa jangan sampai berada di lingkaran Pemerintahan. Mahasisiwa tak boleh berdamai dengan pemerintah yang korup. Itulah pemikiran Soe.

Di sisi lain, Soe kecewa terhadap sebagian mahasisiwa yang tergabung dalam Organisasi Ekstra, yang ditunggangi kepentingan pribadi. Soe tidak setuju hal itu, mahasisiwa harus independen, ia memobilisasi dan membentuk aliansi gerakan mahasiswa, “Kami”. Mereka gencar melancarkan kritik, berpropaganda lewat media-media kampus, serta berdemonstrasi di jalan.

Soe seorang yang jujur dan bersih. Ketika mahasiswa berhasil menumbangkan Orla, Soe malah menghindar dari kekuasaan. Soe menyayangkan sikap teman-teman seperjuangannya yang masuk lingkaran kekuasaan.

Seperti film barat yang Soe tonton, ia ingin seperti seorang yang datang menyalamatkan sebuah bangsa, dan setelah bangsa itu bersih dari bandit-bandit, maka pahlawan itu pergi tanpa mau dipuja. Menurutnya, setelah mahasiswa menyelesaikan tugas membela rakyat, maka sejak itu pula mereka harus kembali menjadi mahasiswa biasa, namun tetap bisa mengawasi pemerintah yang hendak mangacau.

Soe hidup kembali menjadi mahasiswa seutuhnaya ketika Orla tumbang. Dia aktif memajukan kampus melalui Organisasi Intra, dengan kegiatan yang bermanfaat untuk mahasiswa. Salah satunya adalah Mapala-Ui, Soe dan teman-teman memajukan Mapala.

Menurutnya, dengan kita cinta kepada alam, manusia akan mempunyai rasa patriot yang tinggi, mengajarkan kita menjadi manusia yang tidak sombong. Sebab, di alam bebas manusia sungguh akan merasa kecil, dan kita akan tahu betapa besar keagungan Tuhan menciptakan jagad raya.

Mapala telah menaklukan gunung-gunung di Jawa. Gunung yang paling sering didaki oleh Soe Pangrango, terletak di sebelah selatan Jakarta. Di sana Soe mencari ketenangan sejenak, melepaskan segala persoalan-persoalan.

Soe hanyalah manusia biasa, dia bukan dari golongan atas. Secara sosial. bahkan dia berada di status minoritas, Tionghoa. Tapi ia punya semangat, tak henti mengajak serta mengingatkan temannya untuk selalu jujur dan bersih. Ia sangat dicintai rakyat lewat tulisannya, penuh dukungan terhadap rakyat kecil.

Dia anak muda penentang kesewenang-wenangan, dia penikmat folk Song, dia pecinta alam, dan dia orang yang tidak pernah berhenti berlatih. Tidak berhenti membaca,berdiskusi, menulis.

Dia aktivis yang tidak hanya terampil bergerak, tetapi kerap mengambil jarak, memikirkan kembali apa yang dia lakukan, mengolah kembali pengalamannya. Pergi ke gunung adalah caranya mengambil jarak dan kemudian mengolah jiwanya. Mungkin kombinasi dua hal itu,aksi dan refleksi, yang membuat dia jadi aktivis dan pemikir yang tajam.

Soe tak menduga jika usahanya dengan kawan-kawan justru menimbulkan masalah baru bagi bangsanya, Orba yang diharapkan bisa melakukan perubahan ternyata lebih mengecewakan.

Pelarangan PKI, menjadi penyelesaian yang tak masuk akal. Menurut Soe, pemerintah tak bisa menegakkan hukum secara adil.Tahanan-tahanan Komunis yang tertangkap tidak segera diadili, pembunuhan masal terjadi di mana-mana.

Soe mengatakan di berbagai surat kabar bahwa pemerintah menjadi sangat semena-mena, mereka yang mantan komunis tiada diberi ruang dalam masyarakat. Mereka tak bisa hidup layak seperti orang lain. Bukan hanya itu, Orba pun sedemikian picik mengemas sejarah komunis dengan lembaran yang sangat suram.

Mereka, orang PKI, berharap lebih baik mati daripada harus disiksa. Padahal mereka hanyalah simpatisan. Simpatisan itu awalnya para buruh yang harus menyumbang SOBSI(semacam iuran yang tak jelas,dan jika tidak mengikuti maka sulitlah mereka disegala hal) , kemudian data itu dimasukan dalam data komunis. Secara otomatis, para buruh itu masuk dalam daftar PKI.

Sekolah-sekolah atau instansi-instansi pemerintah masa Orba, selalu menanyakan “JIMAT” atau surat tanda bukan komunis, jika masyarakat hendak mengurus sesuatu. Pungutan liar pun kerap terjadi di mana-mana. Buku-buku yang dianggap karya orang komunis seperti Pramoedya Ananta Toer, tidak boleh diedarkan bahkan sampai dibakar Angkatan Darat. Padahal isinya tak menyangkut komunis sama sekali.

Pemerintah saat itu semakin ”mistik” , dalam arti mereka berpikir tanpa menggunakan akal sehat. Hal ini berdampak pada para mahasiswa yang merasa bahwa mimbar kebebasan mereka, kian dibatasi, pemerintah mulai menekan.

Mahasiswa merasa kebebasan mimbar adalah sesuatu yang fundamental bagi hidup mereka di kampus. Seorang dosen Marxis, akan ditantang oleh mahasiswanya dengan literatur yang non atau anti-Marxisme. Sebaliknya, seorang dosen anti-komunis, akan dihujani pertanyaan yang bersumber dari buku komunis. Saat itulah mimbar menjadi hidup, demokrasi mahasisiwa terlaksana.

Soe seorang humanis, peduli nasib manusia lain. Ketika kunjungannya ke luar negeri, berdiskusi dengan pelajar Internasional, Soe selalu menawarkan solusi-solusi cerdas. Misalnya saat berdiskusi tentang diskriminasi kulit dan kaum hippies di AS.

Tahun 1968, dia mengakhiri masanya sebagai mahasisiwa, banyak jasa-jasanya untuk kampus, hingga kini peninggalannya masih terjaga dengan rapi dan berkembang. Dia meninggal di usianya ke-27 kurang satu hari. Dia meninggalkan dunia selama-lamanya, saat dirinnya menginjakkan kaki di tanah tertinggi pulau Jawa—Mahameru.

Di gunung Semeru, tanggal 16 Desember 1969, Soe dan Idhan, teman mendakinya meninggal. Gas racun yang berbahaya membuatnya tak bisa melawan maut. Teman sependakiannya(Herman, Rudy Badil,Tides, Maman, Wiwiek, Freddy ) sangat kehilangan,semua orang kehilangan.

Soe memang tak begitu dikenal, tidak banyak orang tahu sosok Soe .Hanya kebanyakan mengenal lewat tulisannya yang tajam dan jujur. Seorang penjual peti mayat di Malang, pun menangis ketika diketahui petinya diperuntukkan penguburan Soe. Juga seorang Pilot yang membawa jenazahnya, sangat merasa kehilangan.Tak ada yang menyangka bila tulisannya dibaca banyak orang; dari seorang penjual peti mati sampai seorang Pilot. ”Dia orang yang jujur, . Sayang meningal” ucap si penjual peti mati.

Soe dimakamkan di Menteng Pulo, sebelumnya dibawa ke rumah dan setelah itu di kampus Fakulstas Sastra-UI untuk didoakan. Tetapi, tak lama kemudian jenazahnya dipindahkan, karena keluarga Soe direpotkan oleh pemerasan kecil-kecilan di Menteng Pulo. Arief Budiman memindahkan jenazah Soe di bekas makam kolonial di Tanah Abang, yang lebih dekat dengan rumahnya. Di sini makam Soe ditandai dengan nisan putih sederhana yang tertulis kutipan, dari ungkapan spiritual rakyat Barat favoritnya ”Nobody knows I see, nobody knows my sorrow”.

Empat tahun kemudian, pada bulan Desember 1973, Sekelompok kecil Mapala melakukan pendakian ke Semeru, mendirikan batu pualam untuk tanda peringatan serta penghormatan kepada Soe dan Idhan. Pada tahun 1975, ketika pemerintah Jakarta mengumumkan bahwa makam Tanah Abang akan digusur untuk keperluan pembangunan, keluarga Soe merencanakan tulang-belulang Soe dikremasi, abunya disebarkan oleh teman-temannya pada peringatan hari ulang tahunnya. Yaitu di salah satu tempat favoritnya jika ia ingin mencari ketenangan dan menyendiri, lembah Mandalawangi, dekat gunung Pangrango, sekitar 90 km dari sebelah selatan Jakarta.

Banyak sekali kenangan yang ditinggalkan Soe, dia terkenal sangat baik dengan teman-temannya. Sehingga banyak yang merasa nyaman dengannya, tak terkecuali teman wanitanya. Sebelum sepeninggalannya, dia sempat memberi perkakas rias kepada teman-temannya yang baru duduk di DPR. Katanya, itu untuk berbenah diri mereka. Meski teman seperjuangan, Soe tidak segan mengkritik .Dan berharap mereka menjalankan yang terbaik untuk Rakyat.

Arah pemikiran Soe bisa diketahui ketika catatan harian miliknya ditemukan, juga puisi-puisi melankolis untuk para wanita, catatan hatian itu di kenal CATATAN SEORANG DEMONSTRAN(1983) . Banyak orang yang menerbitkan karangan-karangannya untuk mengenangnya, antara lain; ORANG-ORANG DI PERSIMPANGAN KIRI JALAN(1997), DI BAWAH LENTERA MERAH(1999). Ada juga yang divisualisasikan dengan film layar lebar berjudul GIE (2005) yang disutradarai oleh Riri riza. Dan yang terbaru adalah “SOE-HOK-GIE Sekali Lagi”(2009 ) yaitu buku untuk memperingati 40tahunan sepeninggalannya.

Banyak orang berpendapat bahwa Soe adalah wajah mahasiswa / pemuda Indonesia yang seharusnya patut diteladani. Kritik tajamnya seolah mengingatkan dan menyemangati, mahasiswa merupakan golongan intelektual terdepan yang siap memangkas habis pemerintah korup. Tidak pandang bulu.

Bekasi, Juli 2010


“ Mandalawangi-Pangrango”

Sendja ini, ketika matahari turun
Kedalam djurang2 mu
Aku datang kembali
Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu
Dan dalam dinginmu…..

Walaupun setiap orang berbitjara
Tentang manfaat dan guna
Aku bitjara padamu tentang tjinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku…

Aku tjinta padamu,Pangrango jang dingin dan sepi
Sungaimu adalah njanjian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Tjintamu dan tjintaku adalah kebisuan semesta…

Malam itu ketika dingin dan kebisuan
Menjelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bitjara padaku tentang kehampaan semua…

“Hidup adalah soal keberanian,
Menghadapi jang tanda tanja
Tanpa kita bisa mengerti,tanpa kita bisa menawar
Terimalah,dan hadapilah”….

Dan ransel-ransel kosong
Dan api unggun jang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas2 hutanmu
Melampaui batas2 djurangmu
Aku tjinta padamu Pangrango
Karena aku tjinta pada keberanian hidup..
[..]

Selasa, 27 Juli 2010

Sekilas"DE WINST" Afifah Afra

Sebuah novel pembangkit idealisme buah karya Afifah Afra yang patut dibaca untuk semua kalangan anak bangsa. Selain mengandung idealisme, novel inisangat bersingggungan dengan Nasionalisme. De Winst, sebuah novel yang sangat menarik, Afifah sengaja memadukan tema perlawanan dan percintaan.

Setting tempat yang diambil adalah disekitar Puri Mangkunegaran, yaitu sebuah keraton di Solo yang dulunya adalah bagian dari Majapahit. Akibat politik pecah belah Belanda(devide at impera) , Majapahit pecah menjadi empat dan salah satu bagiannya adalah Mangkunegaran.

Novel ini menceritakan tentang perlawanan sejumlah Cendekia indonesia terhadap Kolonial Belanda. Para pelajar Indonesia yang belajar di Belanda diam-diam membentuk sebuah gerakan untuk kemerdekaan Indonesia.

Moh Hatta adalah salah satu aktivis pergerakan itu. Berkenaan dengan tokoh, Afifah mengangkat tokohnya dari kalangan Bangsawan. Yaitu kaum Cendekia Pribumi, karena memang dahulu hanya anak seorang Bangsawanlah yang bisa bersekolah tinggi. Belanda sengaja menutup akses Pendidikan,karena dengan pendidikan itulah bangsa Indonesia akan melawan. Seperti yang dilakukan aktivis Cendekia Indonesia yang saat itu di Belanda.


Salah satunya adalah Rangga Paruhita, anak dari Suryanegara(raja mangkunegaran) yang bersekolah di sebuah Universitas ternama dan tertua di Belanda(Leiden). Dia adalah lulusan terbaik dari fakultas Ekonomi di universitas itu. Ayahnya berharap agar Rangga bisa menggeliatkan Ekonomi di daerahnya.

Apalagi Suryanegara mempunyai saham yang cukup besar di sebuah pabrik gula(belanda) yaitu DE WINST. Berharap Rangga bisa ikut mengawasi pabrik gula, dengan Titelnya Rangga akan lebih dipertimbangkan oleh De Winst. Walaupun pintar, Rangga tak begitu dekat dengan kaum pergerakan Indonesia di belanda, mengingat kedekatannya dengan dosen-dosen di sekolahnya yang dapat membahayakan studynya itu.


Setelah selesai study, Rangga kembali ke Tanah Air. Di perjalan(kapal) Rangga bertemu dengan Kareen(belanda) yang sama-sama belajar di Belanda di fakultas hukum. Keduanya saling berkenalan, hingga waktu perpisahannya itu mereka saling bertukar benda. Kareen memberi sebuah jam, dan Rangga memberinya keris kecil. Tak bisa dipungkiri mereka saling jatuh hati, tapi sayang Kareen tinggal di bandung.


Sebagai lulusan Belanda, Rangga sangat menjadi perhatian masyrakat Mangkunegaran. Ayahnya berniat mempertemukan seorang Gadis yang telah dijodohkannya dari kecil. Tak lain adalah Sekar Prembayun, pelajar ELS yang terbilang cukup tinggi untuk ukuran pribumi.

Sekar adalah gadis yang cerdas, dia penulis sebuah surat kabar Belanda dengan nama Pena seorang Belanda. Keduanya tak mau dijodohkan, karena keduanya merasa sudah memiliki tambatan hati. Sekar sudahlah memilki kekasih bernama Jatmiko; seorang aktivis pergerakan Partai Rakyat yang sudah mencuci otak Sekar manjadi seorang yang pemberontak.Sekar sendiri tak setuju dengan aturan-aturan keraton yang selama ini membatasi aktivitasnya di Partai Rakyat itu. Sedang Rangga sendiri sudah memilih Kareen sebagai tambatan hatinya.


Akhirnya Rangga memulai aktivitasnya di DE WINST, sebagai Staf Administrator. Jabatan itu termasuk sudah sangat baik, terlebih atasannya(belanda) yang begitu menghargai Rangga. Usianya jauh kebih tua dari Rangga. Di sini saya tak bisa menceritakan lebih dalam tentang tokoh-tokohnya secara gamblang, namun cukuplah keterkaitannya saya ceritakn sehingga pembaca tak menemukan hal yang tiba-tiba sehingga terkesan membingungkan.


Kresna, seorang pemuda Pribumi yang amat tampan tetapi congkak, cukup menyita pikiran Rangga. Dia bertemu di sebuah kedai kopi, sikapnya yang congkak membuat rangga menjadi gusar. Kresna sendiri adalah aktivis pergerakan yang cerdas, dia mengaku telah menjalin hubungan dengan Sekar dan meminta Rangga untuk membatalkan perjodohannya itu serta membantu Sekar agar keluarganya tidak begitu mengekang Sekar.


Afifah dalam Novelnya ini sangat mengkait-kaitkan antar tokoh, sehingga kita harus jeli untuk memahami antar tokoh ini yang sangat erat kaitannya satu dengan lainnya. Nah,ada satu tokoh lagi bernama Pratiwi, dia juga seoarng aktivis. Pratiwi adalah murid dari Sekar, sedikit banyak Sekar telah menjelmakan seorang Pratiwi menjadi sosok yang cerdas dan pemberani. Hubungannya dengan Sekar tidak dilakukan langsung melainkan melalui Kresna. Sebagai seorang gadis, Pratiwipun menaruh hati kepada Kresna yang tampan dan baik kepadanya.


Kembali lagi kedalam pabrik, di pabrik sendiri ada sebuah permasalahan yang yang cukup membuat Administratur gusar. Masyrakat menuntut kepada pihak pabrik, bahwa uang sewa tanah rakyat dinaikan sepuluh kali lipat dari harga biasanya. Memang selama ini pihak pabrik menyewa tanah sangat murah, padahal jika digarap sendiri tanah itu akan lebih menghasilkan.Sistem penggarapan di sini adalah milik bersama, jadi penggarapannyapun bergilir.

Pabrik memang keterlaluan, menggaji buruhpun sangat tidak layak. Mungkin inilah yang dinamakan Kapitalisme yang di tentang para aktivis Pergerakan rakyat. Hingga pada suatu waktu datanglah seorang perwakilan dari rakyat untuk menghadap tuan Administratur. Rangga sendiri menyaksikannya.


Seorang gadis menghadap Administratur, dia meminta agar uang sewa tanah harus naik. Jika pabrik tidak mau maka rakyat akan menggarap tanahnya sendiri. ”Itu lebih baik dan lebih menguntungkan daripada kami harus menyawakan tanah kami yang subur terhadap kalian, itu adalah penjajahan”.

Suaranya begitu lantang dan berani, hingga Administratur sendiri tak mampu banyak bicara. Sebenarnya Administratur ingin mengabulkan permintaan rakyat,t api pihak lain di pabrik itu tidak setuju. Yang tak lain adalah orang belanda juga. Sungguh gadis itu telah membuat beban berat bagi Administratur dan juga kepada Rangga yang seorang pribumi. Gadis itu adalah Pratiwi.


Di lain waktu, Rangga juga bertemu dengan Jatmiko; Yang mengaku sebagai kekasihnya Sekar. Rangga sungguh bingung, ada dua lelaki yang mengaku sebagai kekasihnya Sekar. Jatmiko adalah ketua Partai Pergerakan di daerah itu, dulunya dia adalah pekerja pabrik DE WINST, namun karena provokasinya terhadap para buruh untuk mogok kerja, maka Jatmiko dipecat dari pabrik.

Dia berpesan dan berharap penuh kepada Rangga, agar membantu rakyat. Karena Rangga adalah satu-satunya pribumi yang mempunyai jabatan di DE WINST. Sudah barang tentu Rangga harus membantunya. Sebenarnya Jatmiko adalah terlahir dari golongan Saudagar kaya dipinggiran kota solo,tapi dia rela hidup Proletar(susah) karena ingin berbaur dengan rakyat serta menganggap keluarganya adalah pelaku Kapitalis. Padahal tidaklah benar demikian anggapan Jatmiko kepada keluarganya.


Dengan desakan itu Rangga mempunyai beban sangat berat, Administratur yang baik itu kini keluar dari pabrik dengan alasan ingin melanjutkan study di Belanda. Dengan siapa lagi Rangga akan bertukar pikiran di pabrik? akankah pengganti atasannya akan lebih baik?l alu bagaimana dengan sengketa sewa tanah?. Rangga sungguh ingin mengudurkan diri, dan ingin memperkuat Ekonomi rakyat. Dengan bekerjasama dengan Saudagar batik pribumi; yang dikenalkan oleh Eyang haji yang dari kecil mengajar agama Rangga. Saudagar itu tak lain adalah keluarga jatmiko. Namun pengunduran diri itu tak jadi dilakukan mengingat pesan ayahnya.


Thijjsee, dialah Administratur yang baru. kedatangannya menjadi hantaman yang meluluh lantahkan segala perasaannya. Setelah diketahuinya bahwa Kareen telah menjadi istri Asministratur itu; walaupun sebenarnya mereka menikah karena keluarga Kareen terjerat hutang dengan keluarga Thijjse. Rangga sangat terpukul. Kebenciannya muncul dan berniat untuk melupakan Kareen, walau sebenarnya Kareen sangat mengharapkan Rangga.


Kini kembali Pratiwi menemui pihak pabrik, Administratur yang baru ini sangatlah keras kepala. Tapi Pratiwipun tak kalah pintar dengannya. Pratiwi bersih kukuh untuk mempertahankan keinginannya. Di hadapannya, Ranggapun terang-terangan membela Pratiwi. Hingga akhirnya Rangga keluar dari DE WINST akibat perseteruan itu. Kembali DE WINST kebingungan, dengan segala cara Thijjse menggunakan kelicikannya. Pratiwi diperkosa dan dibunuh.


Suasana kini berubah, Rangga menjadi dekat dengan Sekar. Dan Kareen dekat dengan Kresna bahkan terlihat mesra, sehingga hal itu membuat Rangga cemburu. Serta disisi lain Jatmiko dan kawan-kawan pergerakan Nasional Tertangkap karena malakukan pertemuan Akbar secara terbuka.

Segala sesuatu sudah dilakukan sekar, bahkan Sekar membuat tulisan yang sangat berani. Semuanya sia-sia, Jatmiko akan diasingkan. Dan Sekar juga sama nasibnya karena dianggap telah melawanm Kolonial. Rangga sendiri dijadikan tersangka akibat Tuduhan Thijjse akan pemboikotan buruh serta usaha menghancurkan DE WINST
.

Memang tak cukup gamblang Afifah menceritakan tokoh beserta watak dan kejadiannya. Afifah terlalu banyak menggunakan tokoh yang masing-masing dibebankan pada permasalahan. Hal itu malah membuat tidak fokusnya permasalahan-permasalahan itu yang seharusnya dikuak lebih dalam.

Menurut saya sendiri, inti dari ceritanya adalah keberanian dan kebersamaan untuk melawan kesewenang- wenangan itu. Dengan segala kemampuan yang mereka miliki mereka melawan dengan berbagai jalan. Rangga dengan ilmu ekonominya, Sekar dengan ketajaman penanya, Pratiwi dengan keberaniannya membela rakyat, serta Jatmiko yang berani terang-terangan melawan kolonial.


Bahkan Jatmiko dengan Lantangnya berbicara didepan pengadilan. Seorang Jatmiko tidak sudi Negaranya yang Kaya ini di injak-injak oleh Belanda. Ada sepotong percakapan yang menggugah rasa idealisme dan Nasionalisme, yaitu ketika Jatmiko berbicara di depan pengadilan.


“Hakim(belanda): Anda telah Menghina kepada Ratu Wihelmina, dan anda sudah mencoba melakukan perlawanan kepada kolonial. Sebenarnya apa yang anda inginkan?

Jatmiko: Saya hanya inginkan KEMERDEKAAN INDONESIA!! karena dengan kami merdeka kita akan bisa mengelola bangsa kami sendiri, yang jauh lebih kaya dari negara anda!!

Hakim: Dengan apa kalian akan mengelola negara ini?baca tulis saja bangsa kalian tidaklah banyak yang bisa!!

Jatmiko: Dengan pendidikan! dengan mencerdaskan anak bangsa, kita akan bisa mengelola bangsa ini jauh lebih baik daripada kalian. Bukankah kalian maju karena pendidikan? dan sengaja menutup pendidikan di negeri kami? sehingga kalian akan terus membodohi dan menjajah kami? biadap!!!”


Memang potongan dialog itu tidaklah persis dengan aslinya, tapi intinya sudah sangat mewakili. Sungguh jelas bahwa bangsa INDONESIA Harus dicerdaskan. Lewat novel ini Afifah mengingatkan serta memberi pesan kepada kita.Bahwa pendidikan adalah hak untuk semua anak bangsa.

Bukan hanya untuk bangsawan!! dan sampai sekarangpun pendidikan di INDONESIA belumlah MERDEKA!! Tak jauh berbeda dengan jaman penjajahan , hanya bangsawan yang bisa mengenyam pendidikan. Sekarangpun sama, Hanya orang-orang yang bermaterilah yang bisa menikmati PENDIDIKAN!!!!!!


Akhirnya Jatmiko diasingkan di Boven Digul, Sedang Sekar diasingkan di belanda. Rangga bebas dari hukuman karena Kareen yang ahli hukum itu mampu membelannya. Kareen menceraikan Thijjse karena semua hutangnya telah dibayar. pernikahan Kareen bukanlah pernikahan sewajarnya, karena sampai saat ini kareen masih terjaga kesuciaannya.
Itu karena perjanjian antara Kareen danThijjse. Dan Thijjse menyetujui untuk tidak tidur seranjang. Dan Kareen akhirnya menikah dengan Rangga.


Yang mengejutkan adalah, Pratiwi bangun dari koma yang selama beberapa hari tak sadarkan diri. Kresna yang selama ini dipuja-puja oleh Pratiwi bukanlah seoarang lelaki sejati melainkan sebuah penyamaran Sekar menjadi seorang lelaki. Kini Thijjse tewas oleh Suryanegara(ayah Rannga ) setelah diketahui bahwa Pratiwi adalah adik dari Rangga(lain ibu). Dengan membunuh Thijjse Suryanegara telah membalaskan dendam Pratiwi,,,,,,,
[..]

Sedikit tentang"BUMI MANUSIA" Pramoedya Ananda Toer

Tetralogi Pulau Buru yang ditulis Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu roman yang menceritakan tentang kehidupan di jaman Kolonial Belanda. Tetralogi ini terdiri atas roman Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak langkah, dan Rumah kaca. Meski saling berkaitan, masing-masing romannya memiliki nuansa yang berbeda. Tetap enak untuk dibaca dan mengandung pesan yang berbeda. Roman yang pertama adalah Bumi manusia.


Bumi manusia menceritakan kehidupan manusia Jawa bersama dengan masalahnya, seperti kata Pramoedya, bahwa manusia tanpa masalah adalah bukan manusia. Sebelum pembaca tenggelam lebih dalam masuk ke Bumi Manusia, tentunya kita harus tahu tokoh-tokohnya.

Menariknnya,Pramoedya sangat khas dalam pemilihan tokoh. Pram sengaja mengangkat tokoh yang dianggap lemah(pribumi) kemudian dibenturkan dengan tokoh Eropa yang di sini jelas sangat tinggi derajatnya dibandingkan dengan pribumi.

Adalah Minke, seorang pemuda pribumi yang bersekolah di HBS, pada waktu itu HBS adalah sekolah yang tergolong elit. Tak banyak orang yang bisa belajar di HBS,apalagi hanya seorang pribumi.

Walaupun sebenarnya Minke adalah pribumi kelas Bangsawan; yaitu Ayahnya yang menjadi seorang Bupati di sebuah daerah di Jawa Timur. Minke adalah bangsawan pribumi yang tidak patuh dengan adat pribumi, atau boleh dibilang tidak setuju dengan aturan feodalisme.

Minke yang pada saat itu dididik dengan adat Eropa, maka ia pun berhebat-hebat dengan ajaran Eropa. Bangsa yang dianggap sangat lebih maju daripada bangsanya sendiri. Bahkan keadaan itu mengubah perilakunya di hadapan keluarganya, seakan dia lupa pada adat bangsanya; yang penuh dengan unggah-ungguh. Begitulah seoarang Minke, yang pada waktu itu sangat mangagungkan Eropa, Bangsa pelopor dunia Modern.

Suatu ketika, Minke diajak teman sekolahnya, Robert Surfhof(indo) untuk memenuhi undangan temannya yaitu Robert Mellema(indo). Tepatnya di daerah Wonokromo Jawa Timur. Namun ternyata, di sebuah daerah terpencil yang sepi itu, terdapat sebuah rumah yang sangat megah. Rumah itu tak lain adalah rumah keluarga Mellema. Dalam kehidupan keluarga itulah ia mendapatkan apa yang tidak pernah ia dapatkan dari sekolah atau pun dari keluarganya.

Ia bertemu dengan Nyai Ontosoroh, gundik dari Herman Mellema(belanda) yang dikaruniai dua anak yaitu Robert mellema(indo) dan Annelies Mellema(indo). Walaupun seorang gundik, Nyai Ontosoroh adalah wanita yang sangat pintar. Terpelajarnya bukan karena sekolah, melainkan didikan dari seorang Herman Mellema yang dengan sabar mengajari banyak hal.

Di sinilah Pram membuat fantasi baru, ia membuat tokoh Ontosoroh sebagai wanita yang tangguh; walau pun sebenarnya ia adalah gadis desa yang dijual oleh orangtuanya, dengan harapan sebuah jabatan yang dijanjikan Mellema kepada orangtuannya.

Herman Mellema, mempunyai seorang istri dan seorang anak yang tinggal di Belanda. Herman tidak menceraikan, namun hanya meninggalkan keduanya. Istrinya bernama Amelia, anaknya bernama Maurist. Mereka hidup terlunta-lunta di Belanda, namun pada akhirnya maurist bisa mengangkat derajat Amelia. Maurist dendam kepada ayahnya.
Saat kunjungannya pertamanya itu, Minke tak disadari telah saling suka dengan Annelies, adik dari teman Surfhof. Padahal, sebenarnya Surfhoflah yang mencintai Annelies.annelies terlihat sangat kekanak-kanakan, namun sebenarnya ia adalah seorang gadis yang tangguh.

Annelies ternyata ikut mengelola sebuah perusahaan milik keluarganya. Bersama Nyai, ia mengelola perusahaan yang hampir bangkruts. Dia rela meninggalkan sekolahnya demi menyelamatkan perusahaan yang hanya dikelola oleh Nyai dan dia . Serta hidup menyendiri tanpa teman, sebab Herman Mellema sudah tidak pernah pulang setelah terjerat prostitusi di tempat plesiran seoarang Tionghoa bernama Babah Ahjong.

Sedang Robert sendiri, sering berseteru dengan Nyai dan Annelies . Terlebih setelah kedatangan Minke, yang kemudian saling cinta dengan adiknya. Akhirnya, terpaksa Nyai menyuruh Minke tinggal di rumahnya, sedang Surfhof meninggalkan Minke dengan cemburu. Annelies yang lugu itu tak mau sedikitpun jauh dari Minke, dan di situlah terjadi hubungan terlarang antara mereka. Pada saat itulah, Minke mengetahui jika Annelies sudah tidak perawan. Minke mendesak Annelies, ia pun mengaku jika ia diperkosa oleh kakaknya sendiri, Robert Mellema.

Darisitu masalah demi masalah muncul. Masalah Minke dengan Annelies, ketidaksetujuan keluarga Minke pada pernikahan, dan sekolah Minke sendiri terganggu. Adalagi yang mengejutkan, Robert menghilang dan tak pernah pulang, ini justrumenjadi terror buat Minke karena Robert tak suka dengan kehadirannya. Minke gelisah, meski Nyai telah menyuruh seorang anak buahnya, yang bernama Darsam untuk menjaga keselamatannya. Beruntung, minke mempunya sahabat, Jean Marais, yang selalu memberikan semangat kepada Minke.

Akhirnya Minke dan Annelies menikah secara hukum Islam, dengan persetujuan dari Ibunda Minke. Tetapi hukum kolonial mempersulitnya, pernikahan mereka dianggap tidak sah karena hukum tidak mengijinkan seorang Indo menikah dengan pribumi. Atau bisa jadi, ada pihak-pihak tertentu yang sengaja mempersulitnya.

Bahkan Nyai sendiri, sebagai Ibu kandung Annelies, tidak dianggap sebagai Ibu syah dalm hukum colonial. Yang berhak atas Annelies hanya Herman Melema. Namun karena Herman tidak ada, Annelies dan Robert masuk dalam perwalian Eropa, artinya hak asuh ada di tangan keluarga ayahnya. Bukan pribumi!! Dan tentu saja kekayaan perusahaan yang dibangun oleh tangan Annelies dan Nyai, berujung tragis. Menurut undang-undang kolonial ,kekayaan itu mutlak milik keluarga Mellema.

Pada waktu itu, anak Herman Mellema yang di Belanda, Maurist, menjadi wali menggantikan ayahnya, dengan alasan belum terjadi perceraian antara Herman dan ibunya. Herman sendiri entah ada di mana, tak seorangpun yang tahu. Maka sepenuhnya perwalian diserahkan pada Maurist.

lebih menyedihkan, perwalian tidak cukup sampai di situ saja. Annelies, selaku anak Herman, harus ikut sementara bersama keluarga Maurist di Belanda dengan alasan pengasuhan Annelies. Minke dan Nyai tak tinggal diam, mereka menuntut agar Annelies tidak di bawa ke Belanda. Namun semua sia-sia, pribumi hanya diombang-ambingkan hukum kolonial. Nyai dan Minke takut dengan keadaan Annelies yang saat itu sakit-sakitan.

Pengadilan masih terus berlanjut, namun Nyailah yang berani berbicara lantang di depan hakim. Minke lebih banyak memilih untuk diam, ia tak tahu meski harus berkata apa. Tapi ia punya jalan sendiri, dengan kemampuan menulisnya, ia menulis beberapa artikel di surat kabar. Isinya, menentang hukum colonial. Tentu hal itu mendapat reaksi keras dan banyak diperbincangkan orang. Sejak saat itu semua orang tahu, Minke yang dulu menggunakan nama pena Max Tolenaar, seketika diketahui khalayak; seorang pribumi menulis Belanda dengan sangat baik, mengagumkan!
Sejak itu, Minke yang dulu mengagungkan Eropa, berbalik sangat membecinya. Tidaklah berguna semua ilmu yang dia pelajari, ilmu yang dididik dengan cara Eropa itu. Semua keberanian itu timbul dari sosok Nyai, yang mencerminkan sikap cinta tanah air dan tak pernah malu dengan bangsanya. Karena sejatinya bangsanya adalah lebih kaya, ketimbang negeri Kincir Angin yang hanya sekecil itu.

Ia sadar, ternyata segala pelajaran eropa yang ia dapat di sekolah tak berarti apa-apa, ia tetaplah pribumi yang kapan saja bisa ditindas dan direndahkan oleh Eropa. Ia pun tahu, bahwa sebangsanya tidak pernah diberi kesempatan untuk lebih maju. Bukankah mereka maju kerena ilmu dan kepandaiannya?tapi apakah dengan kepandaiannya lekas mereka menipu???

Minke dan Nyai adalah symbol perlawanan terhadap Belanda, ia menuntut untuk mendapat keadilan dan kemerdekaan hidup. Meski mereka tahu semua itu tak mampu dilakukan mereka berdua. Setidaknya mereka telah melawan,bukan untuk menang. Tapi untuk melawan penindasan.!! karena bangsawan kita hanyalah budak yang gila kekuasaan atas Eropa, yang membiarkan rakyatnya hidup tertindas.!!

Lewat BUMI MANUSIA ini, Pram mencoba menggugah rasa nasionalisme kita. Rasa bangkit dari kebodohan, dan untuk sekarang, di jaman yang sudah merdeka, Pram memberi pesan kepada kita bahwa kebodohan adalah penyakit bangsa yang harus dilenyapkan. Dan kepintaran itu akan jadi senjata pelindung untuk kita membela Tanah Air. Sehebat-hebatnya senjata tidaklah bisa mengalahkan kepandaian yang benar!!

“Janganlah kita mengagung-agungkan petua-petua kita terdahulu yang hanya bisa menjadi budak untuk penjajah hanya untuk sebuah kekuasaan kosong!! Eropa yang berhebat-hebat dengan ilmu pengetahuannya tak lain adalah penipu."

Keputusan pengadilan tak lagi bisa dilawan, segala usaha telah dilakukan oleh Nyai dan Minke, agar Annelies tak dibawa ke Belanda mengingat kondisinya yang tidak memungkinkan. Sungguh kejam hukum Kolonial. Annelies yang diharapkan oleh Nyai dan Minke meninggal mengenaskan, saat beberapa hari di Belanda. Dan pemakamannyapun tak dilakukan dengan hormat……

[..]

Minggu, 11 Juli 2010

Semua karena cinta

Matahari menyinggsing ditengah hiruk pikuknya ibu kota yang telah ramai orang untuk memulai aktivitasnya,terlihat wajah2 segar yang terpancar dari mereka.Seakan kelelahan dihari yang lalu telah terlupakan dan tergantikan dengan hari baru yang siap menyuguhi segala kelelahan lagi.Pekarja kantor,buruh pabrik,hingga anak sekolah terlihat di bagian2 jalan raya.
Tak terlewatkan juga angkutan umum yang riuh dengan sorak para kondekturnya,dengan wajah2 garang mereka berteriak2 mencari penumpang.terlihat juga para pengamen yang tengah mengadang bus untuk tempat menampilkan segala potensi mereka.

Namun tak sama dengan Ali,seorang pemuda kampung yang tengah mencoba merantau di ibukota terlihat lesu disudut kamar kontrakannya.Sorot matanya lemah,bibirnya kering dan wajahnya sangat pucat.Ali adalah salah seorang yang menjadi korban PHK,entah mengapa sejak di PHK Ali nampak murung.Dia jarang keluar rumah,mungkin karena putus asa dengan segala harapannya.padahal ali berencana ingin melamar gadis pujaannya dikampung,tapi entahlah..semua harapannya kandas oleh nasib,gadis pujaannya telah dilamar orang.Dengan uang pesangon yang pas-pasan itu ali mencoba bertahan di ibu kota.

Tapi apa artinya beberapa uang pesangon di ibukota?semua kebutuhan hidup sangatlah mahal,tak ada gali lobang tutup lobang seperti dikampung.Semuanya harus dibayar lunas tuntas,tak peduli siapapun orangnya.karena pedagangpun sama2 membanting tulang untuk makan sehari2.mereka butuh makan!! butuh makan untuk menghimpun modal,minimal tenaga untuk beraktivitas.

Semakin hari persedian uang Ali semakin sedikit,dan pada hari itu ia sudah kehabisan uang,daritadi malam ia belumlah makan!!namun siapa orang yang tahu ada orang kelaparan disebuah kontrakan?tetanggapun acuh.dan bukan saja menahan lapar,ia sebentar lagi akan pergi dari kontrakannya karena tak bisa lagi membayarnya.

Dengan sedikit tenaga Ali mencoba untuk keluar rumah,untuk mencari makan.mau kemanapun ia tak tahu,namunia harus makan saat itu juga.bagaimanapun caranya(rintih ali dalam hati)


*************

Dengan langkah lemah Ali keluar dan bermaksud kesebuah warung untuk hutang makanan,tekadnya bulat,entah apa yang akan terjadi nanti ia tidaklah tahu."Ali!!"terdengar seorang Gadis sebayanya memanggil Ali,namun nampaknya Ia tak mendengar."Ali!!"kali ini gadis itu memanggil seraya berlari menghampiri.Ditepuknya punggung Ali'"hai Al,ini aku Rina,masa kau lupa?Rina teman SMPmu?"Ali tersenyum,namun senyumnya tak lagi mekar seperti dulu waktu ia berteman dengan Rini.

Dulu waktu SMP mereka sangatlah dekat,Rina yang terkenal baik dan ramah itu begitu mengagumi Ali sejak dulu.Wajahnya yang tampan dan sikapnya yang sopan membuat gadis itu tergila2 dengannya,walaupun Ali tak sadar bahwa Rina sangat mengaguminya.Hinnga saat lulus SMP mereka berpisah,dan Rina terpaksa harus ikut dengan orangtuanya di ibukota.yah,,,walaupun tak melanjutkan sekolah.Ibunya yang seorang diri menginginkan Rina untuk membantunya diwarung milik Ibunya.warung yang menjadi tumpuan hidupnya hingga kini.hinnga menjadi seorang gadis yang anggun dan solehah.

Sebenarnya Rina adalah anak yang cerdas,terbukti sejak dulu ia selalu mendapatkan prestasi nomor satu disekolahnya.Rinalah yang dulu selalu memacu Ali untuk terus belajar,hinnga Ali hampir menyaingi Rina.Rina sangat disayang oleh kakek Ali,sedang Ali sendiri adalah yatim piatu sejak kecil.Namun sekarang Ali hanyalah sebatang kara.Kakeknya meninggal setelah beberapa hari pengumuman kelulusan sma.

Senyumnya begitu memudar,pandang matanya kabur.Sehingga tidak begitu jelas ia memandang Rina."Al kau kenapa?"kau nampak pucat Al,pucat sekali!!"ayo Al ikut kerumahku".Digandengnya tangan Ali oleh Rina,"kau kenapa Al?kau sakit?'sambil berjalan menuju rumahnya Rina nampak gusar dengan keaadaan Ali."bicaralah Al?.Jangan kau buatku gelisah seperti ini"."Aku belum makan Rin sejak kemarin,maafkan aku jika merepotkanmu"suaranya lirih tak bergairah.

"Tak usah kau merasa begitu Al,kau bukan orang lain bagiku,nanti kau ceritakan semua padaku"itu rumahku hampir sampai."ma..ma...?dimana?"teriak Rina mencari ibunya yang nampak meninggalkan warungnya."ya nduk,Mama didapur"jawab Ibunya yang nampak keibuan.Rina segera mengajak Ali kebelakang menemui ibunya."loh Ali?apa kabarmu nak?kau nampak lesu nak?"kegelisahan ibu Rina begitu nampak,dulu waktu ibunya dikampung ibu Rina sangat kenal baik dengan Ali,bukan karena keluarga mereka saling kenal.Tapi karna sikap sopan Alilah yang membuat ibu Rina sangat menyayangi Ali.seperti anak sendiri,maklumlah Rina anak tunggal.

"udah Ma,tanyanya nanti saja.Ali sedang capek".Akhirnya ibunya kembali kedepan,Rinapun mengikutinya untuk mengambilkan makanan untuk Ali.Nampaknya Rina begitu ingin menjamu tamu kehormatannya itu.Pujaannya yang tak pernah lekang dari hatinya.Seperti seorang istri melayani suaminya,begitupun Rina terhadap Ali.,,.

***********


Pagi itu sangat cerah,begitupun Ali.Matanya terbuka sedikit seperti seorang bayi yang baru saja membuka matanya untuk dunia.Diulurkannya badannya untuk meregangkan otot2 yang kaku,karena semalaman ia tertidur pulas,padahal tak biasanya Ali tidur begitu lama.Mungkin karena kejadian kemarin yang membuat tubuh Ali begitu sangat lemas,mungkin juga karena perut yang tak terisi makanan itu kaget setelah kembali menyerap makanan.Hal itulah yang membuat ia begitu pulasnya untuk tidur.

"Kau sudah bangun Al?,syukurlah kau nampak segar hari ini".Rina kembali menemukan sorot mata Ali yang dulu pernah dikenalnya dekat,dan Rina tersenyum tipis kepadanya,sembari berjalan keluar kamar.Pada waktu Ali dibawa kerumah Rina,ia tidur dirumah Rina,mengingat keadaanya yang demikian itu.kini ia beranjak dari tempat tidur untuk mencuci mukanya.

"kau ditunggu mama Al diruang tengah",suara dari gadis itu namppak lembut mempersilah kannya.Ali bergegas menuju keruang tengah.rumahnya memang tak sebesar rumah2 dikampung,namun rumah itu cukup untuk sebuah keluarga yang hanya dihuni dua orang itu."kau nampak segar nak?tak seperti kemarin",wanita paruh baya itu nampak keibuan.terlihat dari cara bicaranya yang lembut namun tetap berwibawa."duduk nak,mari kita sarapan pagi.Ini teh yang sudah dibuatkan Rini untukmu".Merekapun menikmati sarapan pagi bersama,nampaknya mereka seperti keluarga seutuhnya.Rina yang duduk disebelah ibunya nampak begitu memperhatikan Ali.

Setelah mereka selesai makan,akhirnya Ali menceritakan apa yang telah terjadi dengannya selama ini.Rina dan ibunya nampak sangat resah menunggu ia menceritakan kejadian yang sebenarbya hingga ia bisa sampai dikota yang sangat keras dan kejam ini.Kota impian yang di impi-impikan kaum urban ini tak lain adalah kota yang penuh keangkuhan,tak banyak keramahan yang ia dapatkan.Sungguh ia tak bisa membayangkan jika tak bertemu dengan gadis yang selalu mengaguminya.

"Setelah lulus SMP aku melanjutkan kesebuah sekolah negeri,padahal aku tak begitu yakin kepada kakek.Kakek sudah pensiun,sedangkan melanjutkan kejenjang SMA bukanlah hal yang mudah.Biayanya tentu mahal,pada waktu SMPpun aku sering nunggak membayar uang bulanan.Belum juga buku-buku yang harus dibeli dengan alasan membantu proses belajar.Aku sunnguh tak yakin dengan pendidikan di negeri ini,padahal sekolahku adalah sekolah negeri.Mungkin mama lebih tahu tentang itu,karena mama membiayai Rina yang tak lain adalah satu sekolah negeri denganku.Aku mengerti betapa tidak adilnya sekolah kami,Rina yang selalu mendapat prestasipun tak pernah mendapatkan penghargaan seperti keringanan beasiswa.Bukankah itu sangat layak untuk siswa yang telah membuktikan prestasi belajarnya dengan sungguh2?,dan sampai akhirnya anak secerdas Rinapun harus rela mengubur impiannya dalam2.Impian yang selalu ia ceritakan kepadaku bu,menjadi guru.ya!!menjadi guru yang bisa mencerdaskan bangsanya yang tengah terpuruk seperti sekarang ini.cita2 itu sangat mulia,tapi sayang negeri yang kaya ini tak begitu memperhatikan calon2 penerus bangsa.Aset bangsa yang takkan ternilai harganya.Dan anak bangsa seperti kami seakan tak pernah mendapatkan perhatian yang dalam,apa karena kita tak bermateri?sehingga rasanya anak2 seperti Rinapun yang berprestasi tak berhak mewujudkan impian yang mulia untuk bangsanya sendiri.Aku tak pernah menyalahklan mama,karena aku tahu pendidikan di negeri kita sangatlah mahal.


Berulang kali aku mengatakan kepada kakek akan kelanjutan sekolahku,tapi kakek bersih keras untuk menyekolahkanku ke SMA.Aku masih ingat kata2 kakek"tak usahlah kau pikirkan masalah biaya,kakekmu ini masih punya simpanan yang cukup untuk tiga tahun menyekolahkanmu,apa jadinya kamu nanti nak kalau tak punya ijasah SMA".Akhirnya aku mengerti akan kemauan kakek untuk tetap melanjutkan sekolah.dan setelah aku masuk sekolah telah aku ketahui bahwa kakek telah menjual sawah satu2nya hanya untuk menyekolahkanku.


Dugaanku tak salah,biaya sekolah akupun sangat mahal dan sama seperti yang aku rasakan seperti waktu SMP.Untunglah kakek sudah mempunyai tabungan yang cukup untuk pendidikanku.Tak sedikit teman2ku yang bernasib seperti Rina,anak2 yang berprestasi itupun harus terpaksa berhenti sekolah hanya karena orang tuanya tak sanggup lagi membiayai pendidikan untuk anaknya yang amat berat itu dirasanya.Hanya untuk orang2 bermaterilah pendidikan itu ada,tak peduli dengan anak bangsa yang sungguh gemilang.Apakah itu gambaran negeri kami?apakah itu penyebab keterpurukan negeri ini?negeri yang sangat disayangkan jika harus mengesampingkan pendidikan untuk anak bangsa seperti kami.oh tuhan,,aku sungguh tak tahu dengan semua ini,aku hanyalah anak bangsa yang tak bisa berbuat banyak untuk bangsaku sendiri!!

Tiga tahun telah berlalu,dan saat hari kelulusan SMAku kakek jatuh sakit.Aku senantiasa menemani kakek,seseorang yang tak mungkin aku lupakan.sejak kecil beliau yang menjagaku,beliaulah yang telah membesarkanku.Entahlah,kakek bilang orangtuaku meninggal karena kecelakaan hebat waktu mereka hendak pergi keluar kota.Kadang aku sangat merindukan sosok orang tua,tapi bagiku itu sudah berlalu dan tak perlu aku sesali.Tapi aku begitu tak rela jika aku harus kehilangan kakek,setiap saat aku menjaga kakek yang tergeletak tak berdaya aku selalu menitikkan air mata.Aku sangat nenyayanginya,hingga indahnya sang mentari takkan sanggup menggantikan senyumnya.

Semua harus aku terima dengan ikhlas,Kakek meninggalkan dunia dan aku untuk selamanya.Mungkin inikah peninggalan kakek yang paling berharga.Pendidikan!!ya,pendidikan yang teramat mahal harganya.Walau terasa sakit hati ini aku harus tetap bangkit walaupun tanpa siapa2.sampai akhirnya aku mendapat panggilan untuk kerja dikota ini setelah beberapa minggu aku mengirim lamaran kerja.akupun pergi keibukota dengan harapan bisa mengubah nasibku.Untuk bisa menjadi iman yang layak untuk istri dengan bekal materi yang cukup.

Setahun sudah aku bekerja disebuah pabrik swasta di ibukota.Impian tinggalah impian,semua menjadi hayal yang tak mungkin aku wujudkan.semua anganku mewarnai hidup surutlah sudah tergilas oleh angkuhnya nasib.Aku kena PHK,semua pegawai baru terkena PHK dengan pesangon yang sangat pas-pasan.sejak saat itu rasanya aku tak mempunyai pilihan di ibukota ini,sedang uang pesangonkupun telah habis.mingkinkah aku akan jadi anak bangsa yang terpinggirkan dan tak diakui negeri ini??"bersambung...


************ [..]

Minggu, 04 Juli 2010

Daun

Hijaumu menyejukan mata
Lambaimu bagai tarian meliuk indah,
menggetarkan dada

daun,
Menyentuhmu adalah kasih
menyirammu adalah kasih,, [..]

Hadirmu

Aku yang lemah tanpa kasih
Saat aku terjatuh dalam lubang yang menjerat membekap
Kau hadir dalam gelap malamku
Kau selimuti dalam dingin tidurku


Indah,begitu indah kurasakan
hadirmu sempurnakan aku
Meski sendiri kian menusuk hati
Namun kau selalu lingkupi,
disetiap batas2 sunyi.. [..]

Aku si AIR

Aku sia air
Aku berjalan menerobos celah2 waktu
Aku mencari lubang kecil dan menari diatas tanah gersang


Sesekali aku terjebak dalam aliran yang kotor
Tak bermanfaat
Semuanya terkubur dalam bingkai sampah


Aku ingin hilang diteguk mereka
Dipadang gersang aku direbut
Dipadang gersang aku adalah manfaat.. [..]

Gelisahku

Dalam keheningan malam kucoba telusuri jejak2 itu
Hatiku berteriak lirih mencari arti
Aku kembali diam
Dengan perlahan kuatur degub jantung yang masih saja memburu
Aku ingin berontak,dalam hayal kusimpan sedikit gelisah..

Seperti yang kau katakan"kau harus bangkit"
Kata2 itu masih terngiang dalam pikiranku
Membawaku dalam dunia yang berbeda..

Aku ditengah alunan lagu2 yang bisu
diiringi dengan irama terindah
kini aku menari diatas badai
Dan kutembus ombak berliku penuh nafsu.. [..]

SMS

Hati,pikiran, kemauanku kian mantap
Kuambil sebuah buku itu
Sejenak diriku terhempas dalam alunan kata dan rumus..

Getar hanphone menggugah ketegangan itu
Beberapa pesan masuk bersamaan
dengan pertanyaan yang hampir sama seirama..

seketika kepalaku terasa berat
Berbaur dalam tema tak teratur
Hati kian gundah,pikiran kian menyiksa..

Dalam hatiku membatin"siapa mereka,apa maunya?"
Argghh,menyebalkan!gumamku tak terdengar orang
dan kini kata2 itu melekat,mengikat,
Menyayat disela otakku.. [..]

Kau buatku membisu

Malam membisu menutup semua cerita pilu
Terbawa aku dalam alunan nada sendu
Dalam hati terkubur sebuah harapan
yang kian memudar.. [..]

Dalam malam tersimpan seribu makna

Seketika tubhku terasa lemas
Keringat dinginku mengalir deras
Ada sediit getaran didada jiwa..

Mengingat hal itu bagai air tak punyai celah
Masih saja dalam genangan tak berujung
jadi hilang akan warna..

Dalam diam kusimpan seribu gelisah
Dalam malam kupendam berjuta makna
ya!aku masih saja seperti air..

Mencoba mencelah,menerjang,memberontak!! [..]

Lemah

Aku terlempar dari indahnya nirwana kehidupan,,
Aku tersungkur oleh kerasnya badai yang menghamburkan
air-air yang menyatu..

Aku lemah..

Dan aku bagaikan ilalang ditengah
hamparan rumput yang kering.. [..]