Selasa, 27 Juli 2010

Sedikit tentang"BUMI MANUSIA" Pramoedya Ananda Toer

Tetralogi Pulau Buru yang ditulis Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu roman yang menceritakan tentang kehidupan di jaman Kolonial Belanda. Tetralogi ini terdiri atas roman Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak langkah, dan Rumah kaca. Meski saling berkaitan, masing-masing romannya memiliki nuansa yang berbeda. Tetap enak untuk dibaca dan mengandung pesan yang berbeda. Roman yang pertama adalah Bumi manusia.


Bumi manusia menceritakan kehidupan manusia Jawa bersama dengan masalahnya, seperti kata Pramoedya, bahwa manusia tanpa masalah adalah bukan manusia. Sebelum pembaca tenggelam lebih dalam masuk ke Bumi Manusia, tentunya kita harus tahu tokoh-tokohnya.

Menariknnya,Pramoedya sangat khas dalam pemilihan tokoh. Pram sengaja mengangkat tokoh yang dianggap lemah(pribumi) kemudian dibenturkan dengan tokoh Eropa yang di sini jelas sangat tinggi derajatnya dibandingkan dengan pribumi.

Adalah Minke, seorang pemuda pribumi yang bersekolah di HBS, pada waktu itu HBS adalah sekolah yang tergolong elit. Tak banyak orang yang bisa belajar di HBS,apalagi hanya seorang pribumi.

Walaupun sebenarnya Minke adalah pribumi kelas Bangsawan; yaitu Ayahnya yang menjadi seorang Bupati di sebuah daerah di Jawa Timur. Minke adalah bangsawan pribumi yang tidak patuh dengan adat pribumi, atau boleh dibilang tidak setuju dengan aturan feodalisme.

Minke yang pada saat itu dididik dengan adat Eropa, maka ia pun berhebat-hebat dengan ajaran Eropa. Bangsa yang dianggap sangat lebih maju daripada bangsanya sendiri. Bahkan keadaan itu mengubah perilakunya di hadapan keluarganya, seakan dia lupa pada adat bangsanya; yang penuh dengan unggah-ungguh. Begitulah seoarang Minke, yang pada waktu itu sangat mangagungkan Eropa, Bangsa pelopor dunia Modern.

Suatu ketika, Minke diajak teman sekolahnya, Robert Surfhof(indo) untuk memenuhi undangan temannya yaitu Robert Mellema(indo). Tepatnya di daerah Wonokromo Jawa Timur. Namun ternyata, di sebuah daerah terpencil yang sepi itu, terdapat sebuah rumah yang sangat megah. Rumah itu tak lain adalah rumah keluarga Mellema. Dalam kehidupan keluarga itulah ia mendapatkan apa yang tidak pernah ia dapatkan dari sekolah atau pun dari keluarganya.

Ia bertemu dengan Nyai Ontosoroh, gundik dari Herman Mellema(belanda) yang dikaruniai dua anak yaitu Robert mellema(indo) dan Annelies Mellema(indo). Walaupun seorang gundik, Nyai Ontosoroh adalah wanita yang sangat pintar. Terpelajarnya bukan karena sekolah, melainkan didikan dari seorang Herman Mellema yang dengan sabar mengajari banyak hal.

Di sinilah Pram membuat fantasi baru, ia membuat tokoh Ontosoroh sebagai wanita yang tangguh; walau pun sebenarnya ia adalah gadis desa yang dijual oleh orangtuanya, dengan harapan sebuah jabatan yang dijanjikan Mellema kepada orangtuannya.

Herman Mellema, mempunyai seorang istri dan seorang anak yang tinggal di Belanda. Herman tidak menceraikan, namun hanya meninggalkan keduanya. Istrinya bernama Amelia, anaknya bernama Maurist. Mereka hidup terlunta-lunta di Belanda, namun pada akhirnya maurist bisa mengangkat derajat Amelia. Maurist dendam kepada ayahnya.
Saat kunjungannya pertamanya itu, Minke tak disadari telah saling suka dengan Annelies, adik dari teman Surfhof. Padahal, sebenarnya Surfhoflah yang mencintai Annelies.annelies terlihat sangat kekanak-kanakan, namun sebenarnya ia adalah seorang gadis yang tangguh.

Annelies ternyata ikut mengelola sebuah perusahaan milik keluarganya. Bersama Nyai, ia mengelola perusahaan yang hampir bangkruts. Dia rela meninggalkan sekolahnya demi menyelamatkan perusahaan yang hanya dikelola oleh Nyai dan dia . Serta hidup menyendiri tanpa teman, sebab Herman Mellema sudah tidak pernah pulang setelah terjerat prostitusi di tempat plesiran seoarang Tionghoa bernama Babah Ahjong.

Sedang Robert sendiri, sering berseteru dengan Nyai dan Annelies . Terlebih setelah kedatangan Minke, yang kemudian saling cinta dengan adiknya. Akhirnya, terpaksa Nyai menyuruh Minke tinggal di rumahnya, sedang Surfhof meninggalkan Minke dengan cemburu. Annelies yang lugu itu tak mau sedikitpun jauh dari Minke, dan di situlah terjadi hubungan terlarang antara mereka. Pada saat itulah, Minke mengetahui jika Annelies sudah tidak perawan. Minke mendesak Annelies, ia pun mengaku jika ia diperkosa oleh kakaknya sendiri, Robert Mellema.

Darisitu masalah demi masalah muncul. Masalah Minke dengan Annelies, ketidaksetujuan keluarga Minke pada pernikahan, dan sekolah Minke sendiri terganggu. Adalagi yang mengejutkan, Robert menghilang dan tak pernah pulang, ini justrumenjadi terror buat Minke karena Robert tak suka dengan kehadirannya. Minke gelisah, meski Nyai telah menyuruh seorang anak buahnya, yang bernama Darsam untuk menjaga keselamatannya. Beruntung, minke mempunya sahabat, Jean Marais, yang selalu memberikan semangat kepada Minke.

Akhirnya Minke dan Annelies menikah secara hukum Islam, dengan persetujuan dari Ibunda Minke. Tetapi hukum kolonial mempersulitnya, pernikahan mereka dianggap tidak sah karena hukum tidak mengijinkan seorang Indo menikah dengan pribumi. Atau bisa jadi, ada pihak-pihak tertentu yang sengaja mempersulitnya.

Bahkan Nyai sendiri, sebagai Ibu kandung Annelies, tidak dianggap sebagai Ibu syah dalm hukum colonial. Yang berhak atas Annelies hanya Herman Melema. Namun karena Herman tidak ada, Annelies dan Robert masuk dalam perwalian Eropa, artinya hak asuh ada di tangan keluarga ayahnya. Bukan pribumi!! Dan tentu saja kekayaan perusahaan yang dibangun oleh tangan Annelies dan Nyai, berujung tragis. Menurut undang-undang kolonial ,kekayaan itu mutlak milik keluarga Mellema.

Pada waktu itu, anak Herman Mellema yang di Belanda, Maurist, menjadi wali menggantikan ayahnya, dengan alasan belum terjadi perceraian antara Herman dan ibunya. Herman sendiri entah ada di mana, tak seorangpun yang tahu. Maka sepenuhnya perwalian diserahkan pada Maurist.

lebih menyedihkan, perwalian tidak cukup sampai di situ saja. Annelies, selaku anak Herman, harus ikut sementara bersama keluarga Maurist di Belanda dengan alasan pengasuhan Annelies. Minke dan Nyai tak tinggal diam, mereka menuntut agar Annelies tidak di bawa ke Belanda. Namun semua sia-sia, pribumi hanya diombang-ambingkan hukum kolonial. Nyai dan Minke takut dengan keadaan Annelies yang saat itu sakit-sakitan.

Pengadilan masih terus berlanjut, namun Nyailah yang berani berbicara lantang di depan hakim. Minke lebih banyak memilih untuk diam, ia tak tahu meski harus berkata apa. Tapi ia punya jalan sendiri, dengan kemampuan menulisnya, ia menulis beberapa artikel di surat kabar. Isinya, menentang hukum colonial. Tentu hal itu mendapat reaksi keras dan banyak diperbincangkan orang. Sejak saat itu semua orang tahu, Minke yang dulu menggunakan nama pena Max Tolenaar, seketika diketahui khalayak; seorang pribumi menulis Belanda dengan sangat baik, mengagumkan!
Sejak itu, Minke yang dulu mengagungkan Eropa, berbalik sangat membecinya. Tidaklah berguna semua ilmu yang dia pelajari, ilmu yang dididik dengan cara Eropa itu. Semua keberanian itu timbul dari sosok Nyai, yang mencerminkan sikap cinta tanah air dan tak pernah malu dengan bangsanya. Karena sejatinya bangsanya adalah lebih kaya, ketimbang negeri Kincir Angin yang hanya sekecil itu.

Ia sadar, ternyata segala pelajaran eropa yang ia dapat di sekolah tak berarti apa-apa, ia tetaplah pribumi yang kapan saja bisa ditindas dan direndahkan oleh Eropa. Ia pun tahu, bahwa sebangsanya tidak pernah diberi kesempatan untuk lebih maju. Bukankah mereka maju kerena ilmu dan kepandaiannya?tapi apakah dengan kepandaiannya lekas mereka menipu???

Minke dan Nyai adalah symbol perlawanan terhadap Belanda, ia menuntut untuk mendapat keadilan dan kemerdekaan hidup. Meski mereka tahu semua itu tak mampu dilakukan mereka berdua. Setidaknya mereka telah melawan,bukan untuk menang. Tapi untuk melawan penindasan.!! karena bangsawan kita hanyalah budak yang gila kekuasaan atas Eropa, yang membiarkan rakyatnya hidup tertindas.!!

Lewat BUMI MANUSIA ini, Pram mencoba menggugah rasa nasionalisme kita. Rasa bangkit dari kebodohan, dan untuk sekarang, di jaman yang sudah merdeka, Pram memberi pesan kepada kita bahwa kebodohan adalah penyakit bangsa yang harus dilenyapkan. Dan kepintaran itu akan jadi senjata pelindung untuk kita membela Tanah Air. Sehebat-hebatnya senjata tidaklah bisa mengalahkan kepandaian yang benar!!

“Janganlah kita mengagung-agungkan petua-petua kita terdahulu yang hanya bisa menjadi budak untuk penjajah hanya untuk sebuah kekuasaan kosong!! Eropa yang berhebat-hebat dengan ilmu pengetahuannya tak lain adalah penipu."

Keputusan pengadilan tak lagi bisa dilawan, segala usaha telah dilakukan oleh Nyai dan Minke, agar Annelies tak dibawa ke Belanda mengingat kondisinya yang tidak memungkinkan. Sungguh kejam hukum Kolonial. Annelies yang diharapkan oleh Nyai dan Minke meninggal mengenaskan, saat beberapa hari di Belanda. Dan pemakamannyapun tak dilakukan dengan hormat……

0 komentar:

Posting Komentar