Minggu, 01 Januari 2012

Mari, Menjadi Manusia!


Kita kemarin telur ayam dalam dekapan induk, hangat di ketiak lalu menetas. Jika ada tangan mengusik, bulu-bulunya terangkat dan paruh pun mematuk. Tetapi hewan tinggallah hewan: keluarga sebadan bertikai berebut makan.

Ibu Pertiwi seumpama induk ayam, ia kini sungkan mendoakan kita yang kian tumbuh besar, apalagi memberi pelukan. Ia tak lara dan merintih, hilang rasa, sebab luka membawanya terbang mengarungi jalinan benua-benua nun jauh di sana. Barangkali nasib Ibu seperti nasib para perempuan pekerja di tetangga negeri.

Dan berkacalah, fatamorgana ada di depan mata melayangkan pandang ke belakang kita. Di sana darah tercecer tak berharga oleh tangan-tangan tak berkepemilikan, tangan saudara-sebangsa saling menikam, menghunuskan tombak yang digerakkan budak-budak keserakahan. Bagaimana mungkin, bumi dulu dipijak langit dijunjung kini porak-poranda? Tuhan tidak marah, hanya saja budi manusia hendak sepi.

Mari, torehkan cat pada jalan-raya gedung-gedung stasiun terminal bandara, pada kanvas kehidupan, agar negeri ini berubah warna. Tunjukkan pada dunia bahwa kita bukanlah hewan pandai. Tugas manusia menjadi manusia, memanusiakan manusia. Hentikan belajar bernapas, hidup: bumi dan langit merestui!

0 komentar:

Posting Komentar