Selasa, 17 Agustus 2010

Bendera Setengah tiang

Matahari begitu terik, di mana-mana menyuarakan sebuah yel-yel atau bahkan lagu. “merdeka”!!! semua meneriakkan itu, di sekolah, instansi-instansi pemerintah, dan sudah pasti di istana negara. Di jalan-jalan, terlihat bendera-bendera merah putih dipasang rapi. Disana, di alun-alun terlihat sekumpulan anak sekolah, pegawai, dan beberapa tentara untuk mengawal bupati ataupun pejabat lainnya. Ya, mereka akan melaksanakan upacara 17 agustusan.

Sedang ditepi sawah terlihat seorang bocah kecil duduk termangu, nampaknya dia sedih. Batu-batu kecil di ekitarnya sengaja dilemparannya ke sawah. Rambutnya pirang, Wajahnya nampak belepotan, di hidungnya ada bekas ingus yang belum sempat dibersihkan. Sedang matanya menggambarkan kesedihan mendalam. Agus, bocah kecil yang kecewa dengan keadaannya.

Dia belum juga sekolah SD, padahal umurnya sudah sangat cukup untuk sekolah. Dia yatim piatu, orangtuanya meninggal saat peristiwa jebolnya tanggul situ gintung setahun yang lalu. Kini ia tinggal bersama kakeknya yang sudah sangat renta lagi miskin. Entah kapan ia bisa sekolah, kakeknya sudah tak mampu bekerja berat lagi, dengan menjadi penyapu jalanan ia bisa bertahan hidup. Hidup yang serba kekurangan.

Agus merasa iri, teman-temannya sudah sekolah. Mereka mengenakan seragam, bersepatu, mempunyai tas, dan mulai belajar membaca dan menulis. Setiap hari, teman-temannya lewat di halaman rumahnya, saat itu pula Agus bersembunyi di balik anyaman bambu yang digunakan sebegai dinding rumahnya. Lubang-lubang kecil itulah yang mengarahkan pandangannya keluar.

Dan pagi itu adalah hari yang menyakitkan, 17 agustus. Hari kemerdekaan negaranya!! Teman-temannya lewat dengan bercericau ceria. Kali ini mereka mengenakan topi mereh putih serta dasi. Agus tahu, mereka akan mengikuti upacara kemerdekaan di sekolah. Ia ingin sekali mengikuti upacara, ia ingin memberikan hormat kepada sang saka merah putih. Ya, Indonesia tercinta. Namun apa daya, dia tidak sekolah seperti mereka.

Akhirnya agus berjalan mengendap-endap menuju jalan raya. Pandangannya ditujukan kesemua arah, seakan tak ingin ada oranng lain melihat. Sebuah bendera telah ditarik paksa olehnya, dimasukan kedalam baju serta tangannya terus memegang ke bagian perut. Ia lari menuju rumahnya.
Di belakang rumahnya telah tertancap sebuah bambu yang cukup tinggi baginya. Ia pergi untuk mandi terlebih dahulu, entah apa yang ada di benak bocah kecil itu. Setelah itu ia keluar dari rumahnya lewat pintu belakang dengan membawa bendera merah putih yang sudah di lipat rapi. Pakaiannya nampak bagus waktu itu, pakain lebaran tahun kemarin yang belum sempat ia kenakan.

Ia ikat bendera itu semampunya, pandangannya tajam, langkahnya mantap. Ia memberi jarak beberapa langkah dari bendera, diangkat tangan kanannya tepat di pelipis. Dia melakukan penghormatan kepada bendera Indonesia, bendera yang tak terpasang sempurna.

Bendera itu terpasang setengah tiang. Senyumnya mengembang, rona mukanya kini berubah ceria. Dengan cara seperti itu agus memberi hormat itu, dalam hatinya terpatri kebanggaan yang mendalam.”aku cinta Indonesia” , lirihnya.

0 komentar:

Posting Komentar