Senin, 18 Oktober 2010

Berbeda

Manusia tercipta bukan hanya satu karakter, namun manusia memiliki sifat pribadi yang tak sama dengan yang lain. Seorang wanita satu dengan yang lain pun tak sejalur pemikirannya, atau sangat mungkin berbeda dari sisi yang kita anggap sebuah keharusan—dalam hubungan seks. Seorang pria, tak jauh berbeda dengan si wanita tadi, ia juga mempunyai pemikiran yang tak sama dengan sejenisnya. Bisa jadi, seorang pria memiliki sifat yang sama dengan seorang wanita.

Lihat di jalan-jalan pada malam hari, begitu banyaknya wanita—yang seharusnya tidak di luar rumah, ia malah lebih memilih untuk memperlihatkan batang hidungnya di keheningan malam. Bukankah ia berbeda dari yang sejenisnya? Bukankah ia nampak lain di hadapan khalayak orang? Dan dari situlah kita tahu, bahwa kita tak bisa selamanya memaksakan sifat yang pribadi itu ke dalam yang umum.

Sebab, masih ada sesuatu yang tidak nampak dari wanita itu—walau orang lain memvonisnya dengan pemikiran yang negatif. Kita hanya tahu mereka dari sisi luarnya saja—dari yang umum saja. Dan diam-diam kita telah mencoba mengkategorikan wanita itu berbeda dari yang umum.Wanita malamkah ia? Menjaja tubuhkah ia? Lalu untuk apa?

Pertanyaan itu muncul sebagai pemberontakkan dalam batin kita. Sebuah pengaduan akan kesaksian yang aneh. Haruskah ia menjaja tubuhnya hanya karena kebutuhan biologis saja? Lalu dengan itu ia setiap malam keluar dengan busana yang tak lazim. Rasanya tak seperti itu, pasti ada sesuatu yang mungkin kita tak tahu.

Jawaban dari pertanyaan itu muncul justru dalam keaadaan yang tidak sengaja. Ketika aku pergi untuk mencari makanan, aku merasa ada yang aneh dari si pemilik warung. Ia seorang pria, namun ia bercara layaknya seorang wanita—dari cara bicaranya, jalannya, hingga pandangan matanya. Tak lama kemudian aku tahu, pemilik warung itu tak memiliki sifat yang umum layaknya seorang pria.

Sebagai seorang yang gelisah, aku mencoba mencari-cari jawaban, hingga perbincangan pun berlangsung cukup lama. Aku mencoba menanyakan semua itu—menanyakan tentang orang-orang yang tak umum. Karena pria itu telah mengakui bahwa dirinya mempunyai kelainan dalam hubungan seksual; ia seorang pria yang suka berhubungan dengan sesama pria. Lalu untuk apa? Pertanyaan itu muncul kembali.

Untuk kebanyakan perempuan malam, menjaja tubuhnya adalah bukan semata-mata ia ingin memenuhi kebutuhan biologisnya. Wanita malam tak jauh berbeda dengan kita, atau dengan pekerja-pekerja kantor. Ia memiliki kebutuhan hidup yang harus segera dipenuhi, butuh untuk makan sehari-hari, atau juga butuh untuk menghidupi keluarganya—keluarga yang tak sempurna. Bahkan ia malah tak sedikit pun puas dengan biologisnya.

Lalu untuk pria, mereka yang memiliki sifat yang lain itu lebih memilih kebutuhan biologisnya daripada masalah ekonomi. Dalam hal ini pun banyak jenis pria yang lain itu—dari cara ia berdandan—ada pria yang berbusana wanita, pria yang berbusana pria namun bergaya seperti wanita, atau pria yang gagah tanpa ada tanda kewanitaan sedikitpun. Dari kebutuhan seks, ada pria yang tidak semata-mata hanya ingin berhubungan dengan pria saja, namun dengan wanita pun ia tak ada masalah(bee seks).

Kini aku semakin menyadari, bahwa manusia tercipta dengan berbagai jenis dan keanehannya. Namun tak bisa kita menilai begitu saja dengan pemikiran negatif. Karena mereka ada bukan semata-mata disengaja, namun seleksi alam lah yang membuat mereka lain dari yang umum. Mereka mempunyai sifat yang tidak seharusnya oleh kita dipandang sebelah mata. Mereka mempunyai alasan, dan mereka butuh jawaban.

Tidak selamanya yang berbeda itu salah, karena yang berbeda pun hakikatnya sama dengan yang umum. Mereka hanya menjalankan “cara”—yang kita dengan serta-merta mengutuk mereka salah, bahkan sering kita dengar ucapan”sampah masyarakat”. Mereka yang berbeda adalah mereka yang kehilangan arah, lepas kendali dari hakikat. Seperti kata Goenawan Muhammad;”kebenaran itu ada dimana-mana, termasuk di tempat yang tidak kita sukai sekalipun”.

0 komentar:

Posting Komentar