Senin, 04 Oktober 2010

Uang

Kita mungkin ingat tentang barter —tukar menukar barang. Dan hal itu berlangsung semenjak ribuan tahun yang lalu, hingga pada akhirnya orang pun merasa; bahwa dengan cara “menukar” itu sangatlah susah. Lalu di Romawi, dijadikanlah garam untuk alat penukar, karena dianggap memiliki nilai yang tinggi. Orang Inggris menyebut upah sebagai salary; berasal dari bahasa latin salarium yang berarti garam. Dan dengan berjalannya waktu, orang mulai berpikir membuat logam dan emas sebagai alat penukar yang dinamakan uang. Dan yang terakhir adalah munculnya uang kertas.

Begitulah nampaknya sejarah uang, sebuah benda kecil yang sangat bernilai untuk manusia. Bahkan, perkembangan uang pun telah mengikis jaman berhala. Karena apa? Karena uang kini tak lain adalah tuhan yang begitu dipuja banyak orang. Mungkin kita tidak menyadari, namun diam-diam kita telah menempatkan uang itu dalam ruang yang berbeda. Pada akhirnya, uang telah menjelma menjadi berhala kontemporer.

Sejarah penjajahan di Indonesia, tak bisa dilepaskan dari uang itu sendiri. Kedatangan bangsa asing di Indonesia yang diawali dengan misi perdagangan –kekayaan, berubah menjadi kolonisasi. Dan pada akhirnya, rakyat Indonesia mengalami jaman pembodohan; pembodohan kekayaan, moral, hingga pembodohan mentalitas. Kita pun tahu, pembesar pribumi yang diharapkan bisa membela rakyat jelata, telah buta karena harta dan tahta.

Agaknya, di masa kini pun hal itu masih berlangsung. Uang telah menjadi alat pertukaran sebuah jabatan, kasus suap-menyuap pun banyak terjadi. Kita lihat saja para calon anggota dewan, atau para calon elit politik; dalam kampanye mereka harus mengeluarkan begitu banyak uang yang tak lazim pada umumnya. Seolah-olah uang telah menjadi privilese untuk memperoleh sesuatu dengan mudah.

Jika kita berbicara tentang uang, maka tak pernah habislah permasalahan dan pertanyaan yang akan muncul. Namun yang perlu kita ketahui, uang telah berubah menjadi alat tukar harga diri; harga diri manusia telah tergadai di jalan-jalan, di pasar, bahkan di masjid sekalipun. Lalu, seberapakah kedudukan uang di mata manusia? Dan akhirnya kita tahu, bahwa uang bukan hanya alat untuk menukar barang lagi, namun uang telah menjadi apa yang tidak seharusnya dijadikan dengan uang itu.

Tak bisa kita bayangkan bila tak ada uang, karena uang telah menjadi sebuah “alasan”. Ketika seorang pelacur harus menjaja tubuhnya di pinggir jalan, ia hanya menjawab”saya butuh uang”. Atau, orangtua yang tidak bisa menyekolahkan anaknya; ia hanya beralasan karena uang. Bahkan orang dalam keadaan sakit parah pun tidak segera untuk di bawa ke rumah sakit, karena apa? Lagi-lagi adalah karena uang.

Dan segala alasan itu adalah karena uang. Bagaimanakah dengan negara? Ya, negara tak lain adalah sebuah pasar yang menawarkan barang ataupun jasa, yang semua harus dibayar dengan uang.

0 komentar:

Posting Komentar